Selasa, 26 April 2011

Persahabatan - 1

Cerita ini berdasarkan pada fakta (pengalaman nyata) yang kualami dalam kehidupanku selama ini dan ingin aku berbagi cerita kepada para pembaca Rumah Seks. Namaku Susi, umurku sekarang (pada saat cerita ini diketik) 23 tahun. Aku seorang wanita yang kadang orang menggolongkan usiaku pada golongan ABG (anak baru gede), karena dari dandananku dan cara berperilaku yang seperti itu. Suka atau tidak suka ya memang seperti itulah gayaku semenjak tinggal di Ibukota ini.

Aku tinggal di rumah pamanku berdua dengan kakakku. Kakakku sudah bekerja dan aku ke Jakarta ini bermaksud melanjutkan pendidikan. Namun karena biaya yang tidak mencukupi, maka aku hanya dapat sampai pada tahap kursus-kursus bahasa dan komputer. Yang kupikirkan waktu itu adalah cepat selesai kursus dan cepat cari kerja, dapat uang dan mengembalikan biaya yang telah kupakai kepada orangtua guna membiayai adik-adik yang lain.

Selama menjalani kursus aku berteman akrab dengan seorang teman wanita yang boleh dibilang kami bersahabat. Namanya Vera. Aku berteman akrab dengan dia, semua keluh kesahnya dengan pacar dan keluarganya diceritakan kepadaku. Sampai pada suatu hari aku diajaknya untuk datang ke rumahnya di kawasan jatibening.

Tiba di sana aku cukup kaget juga, ternyata Vera itu adalah orang kaya. Dia punya mobil 3 dan rumah yang cukup besar, tentunya itu adalah milik orangtuanya. Sampai di dalam rumah aku langsung terpesona dengan seorang anak kecil (balita) yang sedang bermain di lantai rumahnya. Aku langsung teringat dengan adikku yang ada di kampung walaupun adikku kini sudah tidak balita lagi. Aku langsung saja menggendongnya dan ternyata anak itu pun mau kugendong serta terlihat cukup mau berteman denganku.

Aku bermain di rumah kawanku itu sampai sore. Dan hari-hari berikutnya aku selalu pulang ke rumah temanku itu dulu untuk bermain bersama dengan si kecil yang ternyata adalah anak dari kakaknya Vera yang bernama Iwan.

Selang beberapa waktu, pada suatu hari aku tengah asyik bermain dengan si kecil Dodi. Hari sudah menunjukan jam 4 sore. Vera minta izin untuk pergi mandi dan aku berdua dengan Dodi. Tidak lama terdengar pintu ruang tamu terbuka dan ternyata yang datang adalah bapaknya Dodi yaitu Iwan yang baru pulang dari kerja. Aku pun dipanggilnya untuk duduk di ruang tamu. Dia ingin berbicara (curhat) soal keadaan dirinya.

Hampir satu jam dia curhat kepadaku yang sambil mengasuh anaknya. Hingga akhirnya dia mengajakku untuk pergi berdua dengan alasan mencari angin. Namun aku menolak dengan alasan hari sudah sore dan aku ingin pulang, tetapi dia tetap mengajakku untuk jalan sebentar cari angin. Aku sudah kehilangan akal untuk menolak dan aku katakan ini pada Vera. Vera pun menyarankan untuk ikut saja bersama kakaknya karena dia (kakaknya) akan sekalian mengantarku pulang. Akhirnya aku menurut saja.

Tepat jam 17.30 aku pergi meninggalkan rumah vera mengendarai kijang yang dikemudikan oleh Iwan. Sepanjang perjalanan aku hanya diam mendengarkan ceritanya yang ternyata mempunyai istri yang terganggu kesehatan jiwanya, dan itulah yang menyebabkan Dodi harus diungsikan ke rumah orangtuanya itu. Sementara dia dan istrinya tinggal di sebuah apartment di kawasan Simpruk.

Hari mulai gelap dan kulihat di jam tanganku sudah menunjukkan pukul 18:30. Jalanan nampak macet sehingga mobil kami berjalan perlahan-lahan. Selang beberapa waktu kulihat lagi jam tanganku sudah menunjukkan pukul 19:00 dan ternyata mobil bergerak menuju ke sebuah plaza. Sesampai di sana aku diajaknya untuk makan malam di salah satu restoran cepat saji. Kami tidak lama disana, kurang lebih setengah jam. Lalu aku minta untuk diantarkan pulang dan kebetulan rumahku pun tidak jauh dari kawasan Bintaro tersebut. Namun rupanya mobil bergerak ke arah lain (tempat sepi). Jam sudah menunjukkan pukul 20.15 dan kawasan tersebut relatif sepi. Tidak lama mobil pun menepi lalu berhenti.

"Sudah sejak lama aku memendam rasa cinta kepadamu. Pertama kali aku lihat engkau waktu itu, aku langsung jatuh cinta. Namun aku tak sanggup mengatakannya karena takut apabila kamu nanti marah dan menyampaikkanya pada Adik atau Mamaku." katanya setelah menepikan mobilnya.
"Maaf, saya selama ini memandang Kak Iwan hanya sebagai seorang Kakak, tidak lebih dan tidak kurang. Karena Vera adalah teman baikku, sahabatku. Kalau Kak Iwan menghendaki yang lebih dari itu, maka aku tidak bisa." jawabku langsung.

"Jadi selama ini perhatian yang telah kuberikan kepadamu hanya kau anggap seperti itu..? Semua pemberianku hanya kamu anggap sebagai seorang Kakak.., oh tega nian kamu..!"
"Loh jadi selama ini Kakak menganggap dengan memberiku perhatian dan macam-macam lalu aku mau menjadi pacar atau kekasih Kakak..? Begitu..?"
"Iya donk. Mana mungkin aku memberikan macam-macam tanpa ada perasaan terhadap dirimu."
"Sekali lagi maaf, aku tidak bisa menganggap Kak Iwan lebih dari itu. Dan sekarang aku mau pulang karena hari sudah malam, pasti keluargaku sedang mencari-cari."

Lalu dengan tiba-tiba pintu mobil dikuncinya, sehingga tidak dapat kubuka sendiri kecuali dari tempat dimana ia duduk.
"Yah sudahlah kalau memang kamu tidak mau menjadi kekasihku, tapi aku minta kepadamu sebagai seorang sahabat untuk memberiku kesempatan satu kali saja."
"Kesempatan untuk apa..?"
"Aku meminta supaya kamu dapat memberikan sesuatu kepada Kakak."
"Memberikan apa..?"
"Selama ini aku hanya bisa melihat gayamu, wajahmu serta kemulusan kulitmu bahkan kadang aku melihat lekukan tubuhmu disaat kamu sedang berenang, menunduk dan berdiri pada saat kamu bermain dengan Dodi."

"Trus..?"
"Aku tidak dapat memaksa, tapi aku hanya dapat meminta dan aku mohon supaya permintaan ini kamu kabulkan. Aku sudah lama sekali tidak mendapat kesempatan untuk menyalurkan hasrat seksualku pada istriku. Jadi aku meminta kepadamu untuk kiranya dapat membantu Kakak dalam memenuhi hasrat tersebut."
"Jadi maksud Kak Iwan, Kakak memintaku untuk bersedia melayani hasrat Kakak..? Maaf saya tidak bisa melakukan itu karena saya sampai sekarang masih perawan dan saya ingin mempersembahkan keperawanan ini untuk suami yang saya cintai nanti."

"Ayolah Susi, masak kamu tidak mau menolong seorang sahabat, apalagi aku ini kau anggap sebagai Kakak dan masak kamu tega membiarkan aku hanya bisa memandang keindahan tubuhmu saja..? Kakak kan laki-laki normal yang mempunyai hasrat untuk itu."
"Tidak Kak, aku tidak mau melakukan itu..!" kataku yang saat itu air mataku mulai meleleh.
"Loh kok malah nangis..? Sudah jangan nangis.. Kakak juga tidak mau melakukan itu jika terpaksa. Ayo kita jalan lagi..!"

Akhirnya mobil pun berjalan perlahan-lahan. Pikiran macam-macam berkecamuk dalam benakku. Disatu sisi aku juga ingin mempertahankan hubungan persahabatanku dengan Kak Iwan, tapi disisi lain aku harus bertahan soal kesucian diriku ini. Akhirnya entah setan mana yang membisiki benakku, tiba-tiba aku minta supaya mobil dihentikan.

Dengan terbata-bata aku berkata, "Yah sudahlah Kak Iwan, kalau Kakak memang mau melakukan itu pada Susi silahkan, tapi apa nanti Kakak tidak menyesal, lalu bagaimana dengan Adik Kakak sendiri..? Ayo, silahkan lakukan Kak..!" sambil aku membuka baju kaos tank top-ku.
Sehingga tampaklah olehnya dua payudaraku yang masih terbungkus dengan Bra merk Bee Dees yang kubeli beberapa bulan yang lalu.

Sambil sesenggukan aku diam pasrah di jok depan mobil kijang miliknya, sementara kaos tank top-ku sudah kulepaskan. Dia nampak mengamatiku dan memperhatikan kedua payudaraku yang belum pernah sekalipun disentuh oleh lawan jenisku.
"Sudahlan Lin, kalau kamu memang ndak mau ya sudah, Kakak tidak memaksa kok. Memang Kakak punya hasrat terhadap kamu tetapi kalau kamu terpaksa ya sudah Kakak tidak akan lanjutkan. Kakak menghargai keteguhan hati kamu yang tetap mempertahankan kesucian dan itu bukanlah cara satu-satunya untuk memuaskan hasrat Kakak. Sebenarnya Kakak ingin mengajarkan kepada kamu tentang bagaimana caranya memuaskan hasrat seorang laki-laki tanpa harus kehilangan kesucian."

"Mana ada cara yang lain selain menyetubuhi wanita..? Dan yang saya tahu hanya dengan cara itulah laki-laki dapat terpenuhi kebutuhannya..!" kataku sambil terbata-bata dan berlinang air mata.
"Kalau memang ada, apakah kamu mau melakukannya untuk Kakak..? Terus terang Kakak sudah lama sekali ingin melepaskan hasrat ini sama kamu, anggaplah ini adalah penghargaan tertinggi dari seorang sahabat karena Kakak tidak pernah memberikan ini selain kepada istri Kakak, tetapi karena kamu sudah saya anggap sebagai sahabat dan saya ingin memberikan sesuatu yang berharga buat kamu, maka izinkanlah Kakak melakukannya atau memberikan kesempatan ini pada kamu, namun prinsip kamu yang tetap menjaga kesucian itu Kakak hargai dan hormati."

"Tapi benar ya, tidak merusak kesucianku..?" tanyaku penasaran.
"Tidak Sayang, kalau kamu mau melakukannya untuk Kakak yang sudah kamu anggap sahabat ini, maka Kakak akan mengajarkannya padamu, nah sekarang apakah kamu mau..?"
Aku tidak tahu harus menjawab apa, yang ada di pikiranku adalah bagaimana supaya dia tidak marah dan hubungan persahabatan antara aku, Vera dan Kakaknya ini dapat terus berjalan. Akhirnya aku hanya mengangguk dan dia pun meneruskan kata-katanya.

"Susi, laki-laki sangatlah senang melihat keindahan tubuh wanita, walaupun dia tidak dapat menikmatinya. Nah demikian juga dengan Kakak, Kakak hanya ingin supaya kamu membuka semua baju kamu sehingga tanpa ada sehelai benang pun di badan kamu. Setelah itu gantian, Kakak juga akan membuka semua pakaian Kakak dan percayalah kakak tidak akan menodai atau menyetubuhi dirimu. Kakak hanya meminta kesediaan kamu untuk memegangi batang penis Kakak lalu kita duduk berdampingan di kursi tengah mobil ini. Percayalah Susi, ini semua Kakak lakukan sebagai tanda rasa sayang Kakak terhadap kamu atau dari sahabat ke sahabat. Tidak semua orang dapat menyentuh bagian ini. Bukankah kita selama ini sudah berbagi rasa suka maupun duka..? Nah sekarang bagaimana apakah kamu mau melakukannya untuk Kakak..?"

"Baiklah Kak, saya akan lakukan tetapi janji ya untuk tidak merusak kesucian Susi..!"
"Ya, Kakak janji. Nah, sekarang mulailah melakukannya untuk Kakak..!"
Aku pun dengan sedikit malu-malu membuka kaitan Bra yang ada di punggungku dan sekarang lepaslah pengait itu, namun aku belum melepaskannya dari tubuhku. Sementara Kak Iwan hanya memperhatikan apa yang kulakukan.

Suasana di sekitar tempat kami tersebut memang sangat sepi dan jauh dari jangkauan orang lewat. Dan kini aku pun mulai membuka Rok yang kukenakan dan terasalah dingin udara AC mobil mulai menyentuh daerah vaginaku. Kini aku mulai melepaskan celana dalamku yang merupakan pertahanan terakhir yang kumiliki. Maka keadaanku sekarang benar-benar telanjang di depan Kak Iwan. Aku malu sekali karena Kak Iwan memandangiku terpaku dengan penuh nafsu. Aku meminta Kak Iwan untuk membuka pakaiannya juga sesuai dengan janjinya tadi.

Bersambung . . . .

Related Posts by Categories



Widget by IGO TOGE

2 komentar: